Jumat, 27 Juli 2012

Behind The Scene ' Bulan Sabit di Rotterdam '

Behind The Scene "Bulan Sabit di Rotterdam"

Bagi yang sudah pernah baca novelku, Bulan Sabit di Rotterdam dan terpesona akan kisah cinta di dalamnya (ceilee...) pasti bertanya-tanya, apa yang melatarbelakangi lahirnya novel itu.

Beberapa pertanyaan yang muncul, dan ini yang paling sering, apakah itu kisah pribadiku? Maksudnya kisah cintaku ? Pertama-tama, sebelum menanggapi aku ingin tersenyum. Hehehe, tentu saja bukan. Backgroundnya mungkin iya, tapi kisah asmara di dalamnya adalah fiksi walaupun ada beberapa orang yang menginspirasinya. Tulisan itu kubuat setelah aku menyelesaikan S-2 ku di IHS, Erasmus University Rotterdam, Belanda. Dan ketika berangkat aku sudah menikah dengan 2 anak, hehehe, jadi jelas-jelas sang tokoh utama, Zaida, tidak mengacu padaku, walaupun karakternya ada kemiripan denganku.

Kisah pernikahan romantis di atas perahu yang menyusuri Sungai Maas di Rotterdam dalam kisah novel Bulan Sabit di Rotterdam terilhami dari kebiasaanku termenung di balkon belakang apartemenku yang tepat menghadap sungai Maas yang membelah kota Rotterdam. Pada malam-malam tertentu ada perahu yang melintas dengan aneka lampu warna warni yang tidak lain berfungsi seperti restoran terapung. Sangat indah melihat perahu berlampu menyusuri sungai yang hening dan tenang. Aku membayangkan alangkah indahnya seandainya ada dua sejoli mengikat janji sehidup semati di atas perahu yang romantis itu dengan disinari cahaya bulan di langit.

So, yang penasaran cepat dapatkan segera novelnya. Sms aja penerbitnya 082138388988, bilang kalau ingin memesan novel Bulan Sabit di Rotterdam karya pujia achmad, nanti akan dipandu. Dan dalam hitungan hari novel siap dilahap. Ehhh ada lho yang saking penasarannya menghabiskannya dalam semalam saja. Dan setelahnya dia menangis tersedu karena haru. Ada yang berkomentar itu novel yang sangat romantis.

Permadani Tulip Keukenhof (tulisanku yang dimuat Jawa Pos Mei 2012)

Permadani Tulip Keukenhof
Jawa Pos, 3 Mei 2012
Oleh: Pujia Achmad, PNS, penulis novel Bulan Sabit di Rotterdam
Permadani Tulip KeukenhofJANGAN merasa senang pernah ke Belanda jika belum mengunjungi taman bunga tulip ini, Keukenhof. Sampai-sampai ada seorang teman sesama turis yang mengatakan, ”You don’t see Holland yet till you see Keukenhof.” Dengan kata lain, belum melihat Belanda kalau belum datang ke Keukenhof.
April yang bertepatan dengan musim semi adalah bulan yang dinanti-nantikan warga Belanda dan warga dunia lain yang ingin mengunjungi taman tulip terluas di dunia itu. Sebab, taman bunga itu hanya dibuka selama dua bulan pada musim semi yang jatuh pada Maret–Mei setiap tahunnya.
Kesan pertama saya ketika masuk ke taman itu, takjub, terpana, surprise, dan seperti bermimpi masuk ke taman surgawi. Saya tidak pernah membayangkan bahwa melihatnya secara live akan seindah itu, jauh lebih indah dari gambar dan foto yang pernah saya lihat tentang Keukenhof. Tidak ada kalimat lain selain tasbih dan tahmid. Maha Suci Allah yang menciptakan bunga seindah itu. Bersyukur pula saya punya kesempatan untuk menikmatnya.
Keukenhof adalah taman bunga buatan seluas 32 hektare yang didesain sedemikian rupa sehingga mampu menampilkan keindahan taman yang sempurna. Di dalamnya terdapat pohon, bunga-bunga indah warna warni yang sebagian besar adalah tulip berbagai varietas dalam layout tertentu yang dibentuk secara khusus, kanal kecil, kincir angin, danau kecil, dan yang terpenting dikelilingi jalan setapak dengan panjang keseluruhan sekitar 15 kilometer.
Jadi, melalui seluruh jalan setapak itu sama dengan berjalan kaki sejauh 15 kilometer. Wow, tentu sangat melelahkan. Tetapi, kelelahan itu sebanding dengan keindahan yang akan dinikmati mata.
Jumlah pohon di taman itu tidak kurang dari 2.500 pohon yang terbagi dalam 87 varietas. Tanpa menghitungnya, saya percaya bahwa informasi pengelola taman itu benar. Total umbi bunga yang ditanam di taman itu tidak kurang dari 7 juta kuntum. Jadi, tidak berlebihan jika saya merasa seperti tenggelam dalam kuntum indah bunga tulip begitu masuk taman itu.
Saking kesengsemnya, dua kali dalam sebulan itu saya datang ke sana. Menurut teman-teman, saya agak berlebihan. Lisse adalah nama kota kecil tempat Keukenhof berada.
Permadani Tulip KeukenhofTernyata, saya mendapati sesuatu yang menakjubkan pada kunjungan kedua. Hampir semua bunga mekar dengan sempurna pada minggu itu. Padahal, minggu sebelumnya saya merasa pemandangan sudah sangat bagus. Ternyata, jauh lebih bagus ketika semua bunga mekar pada waktu yang sama. Sungguh mempesona.
Akhirnya saya membenarkan informasi bahwa taman itu pada posisi terindah dua minggu saja. Selebihnya tidak terlalu indah. Dua minggu sebelumnya, bunga masih kuntum. Dua minggu sesudahnya, bunga agak layu, bahkan ada yang rontok.
Saya datang pada dua minggu yang tepat. Minggu pertama, banyak bunga yang mekar. Minggu kedua, semua bunga mekar dengan sem purna. Minggu itu adalah puncak keindahan taman Keukenhof. Saya bersyukur bisa menikmati puncak keindahan taman itu.
Musim semi berlangsung selama tiga bulan, Maret–Mei. Bunga tulip hanya mekar dua minggu saja selama musim itu, khususnya di Keukenhof.
Tetapi, taman itu dibuka dua bulan penuh dan orang Belanda tahu kapan mereka harus datang. Pada puncak keindahan itu, ribuan orang dari seluruh penjuru dunia tumplek bleg di tempat tersebut. Mulai fotografer profesional, fotografer amatir, sampai yang sekadar menikmati keindahan bunga saja. Untuk itu, CNN menobatkan Keukenhof sebagai salah satu destinasi utama dunia pada 2012.
Di dalam taman, ada pertunjukan tarian atau atraksi khas Belanda. Semua pengunjung bisa bergabung, menari, membentuk lingkaran dan bergandengan tangan dengan pengunjung lain, meski tidak kenal. Mengikuti irama tarian sehingga suasana keakraban dan persahabatan sangat terasa. Tidak ada lagi batas ras dan negara. Yang ada persahabatan antarbangsa dalam sebuah taman yang sungguh memanjakan mata. (*)