Rabu, 01 Januari 2014

Tahun Baru 2014, Semangat Baru



              Menapaki tahun baru, begitu tinggi cita-cita yang ingin kugapai. Berbekal pengalaman tahun 2013, susah, senang, akhirnya berhasil kutulis resolusi yang ingin kuraih tahun 2014. Semoga di tahun yang akan berjalan ini Allah SWT senantiasa memberikan karunia, hidayah dan nikmat-Nya sehingga bisa tercapai semua yang kuharapkan. Aamiin Ya Rabb.

         Mungkin terlalu muluk, tapi bukankah jika kita mengharapkan bintang di langit, jika jatuh, gak akan jauh-jauh amat, bisa jadi turun ke awan. Tapi bila tercapai, kita dapatkan bintang itu. Hehehe.

Pertama, One Day One Juz. Kenapa? Sejak Desember 2013 seorang teman baik hati mengajakku gabung komunitas tilawah Qur’an-nya, One Day One Juz Darussalam 512. Gak tahu juga mengapa pakai 512, apa karena agar bersemangat segigih Wiro Sableng pendekar Kapak 512, hihihi. Tapi aku belum bisa serius waktu itu, suka ngutang. Jadi kalau dipikir, selama bulan Desember itu seringnya bukan ODOJ (One Day One Juz) tapi lebih ke ODHJ (One Day a Half Juz), hehehe. Rasanya kerinduanku untuk bisa One Day One Juz sudah tak tertahankan, seiring berjalannya waktu, aku yang masih memiliki bayi berusia 9 bulan, sangat jarang punya waktu luang untuk bertilawah. Apalagi aku tidak memiliki Asisten Rumah Tangga. Rasanya tilawah menjadi ‘barang mewah’ untukku. Tapi mudah-mudahan dengan kemauan kuat aku bisa melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Memiliki bayi perempuan yang sangat cantik (semoga kelak akhlaq-nya juga cantik) merupakan kebahagiaan tersendiri. Dia mewarisi ‘sisi ganteng’ ayahnya dan ‘sisi cantik’ ibunya :P (PD aja lagi). Tapi kebersamaan dengannya yang bisa kuberikan setelah aku pulang kantor begitu menyita waktu dan sesungguhnya aku merasa itu haknya untuk selalu dalam kasih sayang dan dekapan ibunya. 

Kedua, Meningkatkan ibadah. Diantaranya sholat di awal waktu, rawatib, dhuha dan qiyamul lail. Sebuah kenyataan ketika aku merasa hati begitu tenang dan bahagia saat dekat dengan Allah, terutama pada tengah malam ketika kebanyakan orang terlelap dalam mimpi indah. Satu hal yang harus diingat, manusia hidup ibarat ‘mampir ngombe’ (singgah untuk minum), betapa singkat waktu yang ada. Dan balasan sudah menunggu di hari setelah kematiann. Janganlah hidup yang singkat ini digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna. Time is ibadah. Apapun yang dilakukan, niatkanlah ibadah semoga Allah memberikan ridho-Nya. 

Ketiga, Disiplin Waktu. Ini adalah hal yang mudah diucapkan tapi tidak mudah dilaksanakan. Diantara kedisiplinan itu adalah tidak datang terlambat ke kantor. Dan konsekuensinya, bangun lebih pagi lagi (padahal kalau aku datang terlambat itu, aku sudah bangun jam 3 atau  jam 4 lho). Makanya ketika ada teman kantor yang kompalin, aku hanya bisa sebel dan membatin dengan gemes ‘Kalau kita sama2 terlambat, aku beda dengan kamu kali, kalau kamu terlambat karena molor, bangun kesiangan, tapi kalau aku terlambat, karena aku urus suami dan dua balitaku. Gimana nggak molor, urus suami, nggak (suaminya bekerja di luar pulau), urus anak/istri, paling-paling juga nggak (istri-istri ibu rumah tangga), ada juga yang istrinya bekerja tapi anak-anaknya sudah mandiri, ngapain juag terlambat ke kantor’. Tapi aku hanya tersenyum, ungkapan itu hanya gerutuku dalam hati. Sisi positifnya, kita tidak bisa mengatur orang-orang di sekitar kita berkomentar sesuai harapan kita, mulut mulut  mereka sendiri, ya terserah mereka mau ngomong apa. Tapi kedisiplinan harus tetap ditegakkan, apa pun kondisi kita. Iya, aku paham itu. Semua pilihan ada konsekuensinya. Ketika kita memilih untuk berkarier ya harus mentaati aturan yang ada, tanpa alasan apa pun. Tapi setelah aku merasakan ribetnya wanita karier yang punya bayi dan tidak memiliki Asisten Rumah Tangga, aku lebih berhati-hati bicara pada orang dengan kondisi sama. Ya karena aku merasakannya. Jadi aku lebih bisa berempati, tidak saja sekedar simpati. Selain itu juga disiplin dalam menerapkan deadline pekerjaan maupun tulisan. Karena pasti akan lebih membawa manfaat dan barokah dengan tepat waktu daripada mengulur-ulurnya. Kalau bisa cepat, mengapa harus lambat?

Keempat, Menyelesaikan 4 novel dan 1 tulisan non fiksi. Syukur-syukur kalau bisa terbit semuanya. Menulis itu selain memberi kebahagiaan batin, juga untuk mencerdaskan otak  karena selalu terasah dan alasan penting lainnya, agar aku  memiliki banyak dunia sehingga tidak mudah stres. Ada satu novel request dari seseorang tersayang, yang meminta kisah hidupnya diabadikan dalam sebuah novel. Dan aku sudah memiliki konsepnya. Semoga ke depan dimudahkan mewujudkan novel itu. Bagus dan best seller sesuai harapannya. 

Kelima, (meminjam istilah teman), Selesai dengan diriku sendiri. Manusia memiliki banyak masalah dengan dirinya sendiri, termasuk juga aku. Ternyata godaan setan itu bisa berupa apa saja. Perasaan marah, benci, kesal, sakit hati, dan lain sebagainya. Kalau tidak selesai dengan diri sendiri, bagaimana bisa menyelesaikan masalah keluarga, kantor, masyarakat juga umat (hehehe sekai-kali bergaya kayak ustadzah)? Aku akan berusaha me-menage semuanya dengan lebih baik. Bukanlah jihad juga namanya ketika kita berusaha mengendalikan hawa nafsu?(*)

2 komentar: