Selasa, 21 Januari 2014

Bayiku Stress di Tempat Penitipan



 Aku hamil lagi ketika Faza berusia 15 bulan. Sudah terbayang betapa akan repotnya nanti. Senang campur sedih, senangnya diberi amanah lagi sama Allah SWT mumpung usiaku masih muda, sedih karena aku harus menghentikan asiku untuk kakaknya. Aku yang sejak awal ingin mengurus anak sendiri, tanpa pembantu rumah tangga, berpikir untuk menitipkan bayiku ketika dia lahir kelak setelah masa cutiku usai. Aku memang tidak ingin merepotkan Ibu yang menurutku sudah terlalu lama ‘menderita’ membesarkan anak-anaknya. Karena ibuku single parent dengan tiga orang anak dan aku anak kedua.

Begitu bayiku lahir, perempuan, kuberi nama Naura, aku sudah mempunyai gambaran tentang tempat penitipan yang akan kuhubungi kalau cuti persalinanku selesai. Namun ibuku tidak sampai hati melihat bayiku yang masih berusia 3 bulan dititipkan. Akhirnya beliau yang merawatnya, karena aku memang tidak memiliki Asisten Rumah Tangga. Sampai ketika bayiku berumur 6 bulan, aku merayu ibuku lagi untuk menitipkannya. Bukan apa-apa, kata adikku, yang tinggal serumah, Ibu sering mengeluh kecapekan. Aku menyadari semua itu, snagat menyadari, karena saat libur aku juga nyaris kurang tidur dan kurang istirahat karena urus bayi dan rumah, juga suami dan anakku yang lain.

Akhirnya bayiku kutitipkan. Aku memulai kerumitan baru. Karena pas berangkat, jam 7 pagi kurang 15 menit, semuanya harus dalam kondisi beres. Bayiku sudah mandi, bekal asinya siap, kakaknya juga sudah siap ke sekolah dengan bekal baju yang sudah disetrika dan bekal snack. Bekal makan pagi dan makan siang untukku dan untuk suamiku juga sudah harus siap. Kadang-kadang aku bangun jam 3 pagi saja aku masih terlambat datang ke kantor, walau hanya 5 atau 10 menit kan tetap saja terlambat. Biasanya hal itu disebabkan anakku rewel sehingga ‘proses menyelesaikan tugas pagi’ terhambat dan tertunda beberapa menit. Karena pengalaman itu jugalah aku bertekad agar aku tidak merepotkan ibuku, semua akan kuurus sendiri semampuku. Aku ingin ibuku menikmati masa tuanya de ngan beribadah dan tidak dibebani momong cucu. Dulu sebelum aku punya bayi, ibuku sering khatam Al Quran dalam waktu 5 hari, padahal kecepatan bacanya, ibarat orang naik sepeda motor 10 km per jam. Tapi aku melihat kebahagiaan di wajah ibuku ketika beliau punya waktu lebih banyak untuk beribadah. Setiap detik waktunya ia manfaatkan sebaik-baiknya untuk dzikir, baca Al Qur’an, mendengarkan video pengajian, sedikit tidur di malam hari, dan lebih banyak istirahat di siang hari. Aku ingin bisa memberi ibu waktu lebih banyak untuk beribadah dengan tidak membebaninya momong bayiku. Begitulah satu-satunya cara membuat ibuku bahagia, begitu pikirku. Namun yang terjadi tidak seperti yang kuharapkan. Satu minggu setelah dititipkan, bayiku sakit dan harus diopname di rumah sakit. Dia diare, dan kadang-kadang muntah.
           
Setelah bayiku opname, sudah bisa diduga dampaknya, ibuku melarangku menitipkan Naura di tempat penitipan. Akhirnya kembalilah ia dalam asuhan ibuku. Dan rutinitas ibuku sebelumnya yang membuatnya bahagia, beribadah, harus berganti dengan keribetan mengurus bayi. Iya aku sadar, bayiku adalah cucunya, tapi sungguh aku ingin bisa maksimal mengurusnya sendiri tanpa mengesampingkan pekerjaan dan rumah dan tanpa pembantu. Memang sangat idealis dan sedikit berlebihan, tapi itulah yang terus kuupayakan. Harus kuakui, bayiku sedikit montok dan bertambah pintar dalam asuhan neneknya yang selalu aktif mengajaknya bicara dan bercanda.

            Genap berusia 9 bulan, aku kembali merayu ibuku untuk menitipkan bayiku. Aku bujuk ibu agar merelakan Naura diasuh Bu Guru di tempat penitipan dengan kuajak ke rumah Bu Gurunya. Kupertemukan dengan guru pengasuhnya, apa yang diinginkan ibu dan apakah dia bisa memenuhinya. Setelah bertemu Bu Guru itu ibuku lalu mantap dan mengijinkan bayiku dititipkan kembali.

            Kali ini di luar dugaan. Bayiku rewel setiap kali mau berangkat ke tempat penitipan. Di tempat penitipan badannya panas. Dan sembuh ketika kubawa pulang. Ada perubahan drastis lainnya. Ia jarang mau tersenyum dan menatapku dengan tatapan yang aneh seakan marah padaku karena membiarkannya diasuh oleh orang yang tidak dikenalnya. Susah payah aku merayunya agar mau tersenyum. Kalaupun mau hanya sebentar lalu menatapku dengan tatapan orang asing. Hatiku seperti tertohok. Dia masih bayi tapi aku bisa melihat pesan kemarahan di matanya. Padahal baru tiga hari dia di tempat penitipan. Sepertinya perasaannya begitu menderita di tempat penitipan. Aku tahu Bu Guru pengasuhnya semua sabar dan sayang anak kecil, tapi dia sepertinya belum terbiasa diasuh orang lain, apalagi orang yang baru pertama kali dilihatnya. Hari keempat panasnya tinggi sehingga tidak kutitipkan. Ibuku tahu karena kebetulan sedang main ke rumah, rumah kami hanya berjarah 200 meter saja. Seperti sebelumnya kali ini Ibu memintaku agar berhenti berusaha menitipkannya. OK, aku mengiyakan dan konsekuensinya membiarkan ibuku merawatnya dengan himpitan perasaan tidak nyamanku, tapi tidak apa-apa, toh Ibuku juga neneknya dan anakku kelihatan snagat bahagia dalam asuhan orang yang dekat dengannya.

            Rupanya bayiku stress. Setelah tidak di tempat penitipan, dia tidak pernah panas di siang hari. Namun butuh waktu satu minggu untuk mengembalikan keceriaannya yang dulu. Rupanya waktu tiga hari di tempat penitipan membuatnya sangat tertekan dan tidak bahagia. Setelah satu minggu ia kembali menatapku dengan senyum dan tidak terlihat lagi tatapan marahnya. Alhamdulilah, ternyata masing-masing anak itu mempunyai keunikan dan pembawaannya sendiri. Bayiku rupanya tidak mau diasuh orang lain, ia maunya diasuh neneknya yang kusadari teramat sayang padanya. Namun ada pelajaran berharga yang bisa kuambil, mungkin lain kali kalau menitipkan bayi, beri dia waktu untuk mengenal orang yang mengasuhnya. Jadi tekniknya, titipkan perlahan-lahan, bertahap, misalnya hari ini 1 jam, besok 2 jam, lusa 3 jam, sampai ia benar-benar merasa nyaman dengan orang yang mengasuhnya.

8 komentar:

  1. Mbk pujia nama anakmu sama kayak nama anak pertamaku naura

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mb Aniikkkk...iya Mb, sammaaa nama anak kita yaaa...baru sadar beberapa waktu terakhir ini. Saya suka nama Naura. Semoga anak2 kita jadi anak2 sholihah ya Mb...

      Hapus
  2. Mbak Pujia, memang teknik menitipkan bayi begitu. Ga bisa langsung seharian penuh. Apalagi dia sudah lama bersama keluarganya (>3 bulan). Kalau masuk sejak umur 3 bulan, mungkin ceritanya lain. Jadi dititip setengah hari dulu selama seminggu, lalu perlahan baru dititip seharian. Begitu juga yang diterapkan di daycare2 di sini. Apakah daycare nya Naura tidak menyarankan hal itu? Mungkin mbak Pujia bisa memberi masukan ke mereka tentang hal ini. Karena mungkin ada bayi-2 lain yang mengalami hal serupa. Selain itu, orang tua juga harus agak tegaan saat meninggalkan anak mereka di daycare. Beri kepercayaan pada guru dan utamanya pada anak itu. Biasanya anak akan nangis saat ditinggal, tapi jika sudah mulai main, biasanya mereka lupa kalau ortunya sudah pergi. Memang anak akan lebih sering sakit jika dititip di daycare, karena berkumpul dengan anak-2 lain yang mungkin sedang sakit. Itu resiko yang harus kita ambil saat memutuskan untuk menitipkan anak di daycare. Tapi memang tiap anak beda-2 ya mbak. Mungkin memang Naura tipe anak yang ga bisa dekat dengan orang selain keluarganya. Meski menurut saya pribadi, hal itu bisa di ubah kalau dibiasakan. Well, good luck ya mbak. Semoga bisa segera selesai permasalahannya :) Salam dari Delft.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hwaaa... Mb Pita..salam kenal yaaa...tinggal di Delft ya? Iya Mb, kemarin nggak ada info itu. Mungkin karena kecenderungan anak2 lain tidak masalah. Kok gak bisa follow Pita ya?

      Hapus
  3. Daycare, kabarnya memang banyak penyakit. Kita kan ga tau kebersihan barang2 di sana: pirinng dan gelas buat makan, handuk buat mandiin bayi, dsb. Aku jg pernah nitipin bayiku selama 2 bulan, karena aku mau lahiran anak kedua. Itu jg neneknya bilang, jadi ga bisa beribadah karena bayi nangis dan rewel. Serba salah ya, Mba. Semoga diberikan kemudahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mb, teman2 juga bilang gt. Akhirnya pada penitipan kedua, semua saya siapkan dobel, botol saya beri 3, mangkuk makan n sendok 3, semua terbungkus plastik masing2, jadi begitu makan berikutnya wadah sudah ganti. Tapi ternyata masalah lain muncul. Bayiku gak nyaman.

      Iya Mb benar sekali, semua dilakukan serba buru2, sholat buru-buru, makan buru2, karena hanya sendirian jagainnya. Aamiin makasih Mb. Insya Allah kalau sudah jalan nanti dititipin, kayak kakaknya dulu, masuk penitipan pas udah bisa jalan.

      Hapus
  4. Ya allah, anakku aira 2tahun 2bulan, baru mau di titip, semoga lancar dan tidak ada yang aneh" amiin,,,,

    BalasHapus
  5. Ya allah, anakku aira 2tahun 2bulan, baru mau di titip, semoga lancar dan tidak ada yang aneh" amiin,,,,

    BalasHapus